Sabtu, 15 September 2018

Kita Adalah Patriot Bukan Pecundang Yang Hanya Numpang Hidup

Masyarakat Bekasi memiliki jati diri kuat, peradaban unggul dan sejarah yang panjang. Para ilmuwan hingga pujangga mencatat betapa nama Bekasi telah termasyhur sampai penjuru Nusantara dan mancanegara sejak ribuan tahun silam.

Ahli filologi Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka mentahbiskan nama Bekasi berasal dari kata Chandrabhaga, nama sungai yang dibangun pada abad ke-5 Masehi oleh salah seorang Raja Tarumanagara bernama Rajadhiraja Yang Mulia Purnawarman. Poerbatjaraka mengurai kata Candrabhaga menjadi dua kata, yakni Chandra yang berarti “bulan” dan Bhaga yang berarti “bahagia”.

Kata Chandra dalam bahasa Sanskerta sama dengan kata Sasi dalam bahasa Jawa kuno, sehingga nama Candrabhaga identik dengan kata Sasibhaga, yang apabila diterjemahkan secara terbalik menjadi Bhagasasi.

Pada perkembangannya, pelafalan kata Bhagasasi mengalami perubahan. Berbagai sumber tertulis abad ke-18 sampai abad ke-21 menerakan nama Bekasi dengan tulisan Bakasie, Bekasjie, Bekasie, Bekassi, dan terakhir Bekasi.

Bekasi juga dikenal sebagai Kota Patriot, karena dari masa ke masa, terutama pada masa penyerangan tentara Mataram terhadap VOC di Batavia pada 1628-1629 sampai perang kemerdekaan 1945-1949, wilayah Bekasi merupakan front terdepan bagi para patriot pejuang Indonesia untuk menghalau Belanda yang berada di Jakarta.

Patriotisme dan perjuangan yang dilakukan para pejuang, termasuk Pahlawan Nasional KH Noer Alie, mengilhami banyak orang untuk berkarya. Seperti Chairil Anwar melalui sajak monumental “Krawang-Bekasi,” wartawan Darmawijaya dalam puisi “Kami Membangun, Pembakaran Bekasi,” pencita lagu dan aranser Ismail Marzuki melalui lagu “Melati di Tapal Batas,” budayawan Pramoedya Ananta Toer dalam roman sejarah Di Tepi Kali Bekasi, serta sejarawan Bekasi Ali Anwar dalam buku Sejarah Bekasi Sejak Purnawarman sampai Orde Baru, Cuplikan Sejarah Patriotik di Bekasi, KH Noer Alie Ulama Pejuang dan Bekasi Dibom Sekutu.

Kini, di usianya yang ke-58, Kabupaten Bekasi tetap termasyhur. Sepertiga produk ekspor Indonesia berasal dari Bekasi. Belakangan bumi Bekasi mengandung minyak dan gas melimpah yang menyumbangkan devisi besar bagi negara. Bahkan Kepolisian Republik Indonesia dan kepolisian Jepang menetapkan Kepolisian Resort Bekasi sebagai kepolisian percontohan dengan konsep polisi komunitas (community police) model koban dalam bentuk pospol-pospol.

Tarumanagara Puncak Peradaban Buni
Chandrabhaga merupakan salah satu kata dalam Prasasti Tugu yang ditemukan di Kampung Batu Tumbuh, Tugu, Kecamatan Cilincing, Kabupaten Bekasi (sejak 1970-an Cilincing dimasukkan ke dalam wilayah Jakarta Utara). Karena Prasasti Tugu merupakan prasasti bertulis tertua di Pulau Jawa (abad ke-5 Masehi), maka masyarakat Bekasi dan sekitarnya merupakan masyarakat pertama di Pulau Jawa yang telah mengenal huruf dan membaca.

Selain Prasasti Tugu, Tarumanagara juga menerakan jejaknya pada Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Cidanghiang. Para arkeolog terus melakukan penelitian untuk “menghidupkan” kembali Tarumanagara. Rupanya, KerajaanTarumanagara merupakan puncak peradaban masyarakat Bekasi, Karawang, Jakarta, Bogor, bahkan sebagian Jawa Barat dan Banten.

Sedangkan akar peradaban Bekasi berlangsung sejak 1000 tahun Sebelum Masehi pada jaman Neoliticum dan Paleometalik. Buktinya, pada 1960-an di Kampung Buni Pendayakan, Desa Buni Bakti, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, ditemukan berbagai peralatan hidup masa 2000 tahun silam, seperti beliung persegi, manik-manik, perhiasan emas, periuk, piring, kendi, dan piring arekamedu.

Para arkeolog dunia menjulukinya sebagai Situs Buni, sedangkan masyarakat mengabadikan penemuan emas yang menghebohkan itu dalam bentuk nama jalan, yakni Jalan Pasar Emas.

Sejarah terus terkuak. Ternyata sekitar 30 kilometer ke arah timur dari Situs Buni atau 40 kilometer dari Prasasti Tugu, di Desa Batujaya, Kabupaten Karawang, arkeolog menemukan kompleks percandian Tarumanagara seluas 150 hektar.
(alianwar.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar