Minggu, 30 Januari 2011

Desakan Untuk Audit Total BUMD Kab Bekasi Makin Ramai Bermunculan

Desakan agar dilakukan audit total terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bina Bangun Wibawa Mukti (BBWM) kepunyaan Pemerintah Kabupaten Bekasi terus bermunculan. Selain dari masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kini muncul pula desakan dari DPRD Kabupaten Bekasi. Anggota Badan Anggaran (Banang) DPRD Kabupaten Bekasi meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jawa Barat segera mengaudit sejumlah penggunaan keuangan serta kegiatan yang dilakukan PT Bina Bangun Wibawa Mukti (BBWM). Pasalnya, setiap laporan rapat kerja dengan perusahaan tersebut tidak menyertakan rekapitulasi penggunaan anggaran pertahunnya.

Menyikapi pendapatan yang diterima PT BBWM sebesar Rp 158 miliar sejak 2007 hingga 2009, anggota Banang DPRD Kabupaten Bekasi, mempertanyakan sejumlah penggunaan anggaran kegiatan tersebut. Karena sampai saat ini, pihak BBWM belum juga memberikan laporan yang signifikan. Sehingga dianggap penggunaan tersebut tidak jelas keberadaannya.

Pendapatan yang sudah dipotong biaya produksi itu meliputi Rp 44 miliar disetor ke kas daerah, Rp 41 miliar ke pajak, serta Rp 30 miliar merupakan dana operasional BBWM seperti gaji pegawai, sewa tempat dan listrik, serta biaya alat perlengkapan kantor. “Sampai saat ini kami mempertanyakan kepada BBWM karena belum ada laporannya,” kata anggota Komisi C, Taih Minarno, Sabtu (31/07/2010).

Dijelaskan Taih, anggaran lainnya seperti dana laba tertahan sebesar Rp 37 miliar, pihaknya meminta kepada BBWM agar laba tersebut hanya Rp 17 miliar saja. Serta yang Rp 20 miliar harus disetorkan ke kas daerah berdasarkan rapat umum pemegang saham. “Itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 40 tentang perseroan terbatas,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Taih, dana legitasi sebesar Rp 3 miliar juga menjadi persoalan bagi anggota Banang. “Padahal, saat melakukan perkara antara Maruta dengan BBWM sudah dianggap kalah,” lanjutnya.

Terkait dana CSR sebesar Rp 1,5 miliar, pihaknya juga meminta rincian itu berdasarkan laporan hasil audit bukan laporan biasa. Penggunaan CSR ini harus jelas, agar masyarakat mengetahui sejauhmana anggaran itu dipergunakan. “Berharap, pihak BBWM harus transparan dalam pengelolaan keuangan tersebut,” tambahnya.

Sementara, anggota Banang lainnya, Hasan Bisri menginginkan penggunaan anggaran tahun 2003 hingga 2009 ada laporan pertahunnya. Sehingga dalam melihat posisi tahun 2009, pihaknya mendapatkan gambaran yang jelas. Karena, terkait juga dengan penyertaan modal pemerintah daerah dengan sahamnya 95 persen. “Seperti apa kegiatan pertahunnya yang dilakukan dewan komisaris itu. Karena, setiap rapat kerja kita hanya mendapatkan keterangan dari direktur-direktur dan dewan direksi,” katanya.

Bisri menambahkan yang diperlukan Banang adalah laporan kegiatan juga dilibatkan bukan hanya laporan keuangannya saja. “Kalau mereka mengelola gas seperti apa kerjasama dengan Pertamina, sehingga kita bisa menghitung dan mengkalkulasi,” katanya.

Dikatakan Bisri bahwa dewan ingin betul-betul bisa mengkaji seluruh kegiatan yang menggunakan dana kegiatan pemerintah daerah tersebut. “Hal ini penting bagi kita, sehingga masyarakat bisa mengetahui,” tegasnya.

Terpisah, tiga lembaga swadaya masyarakat, yaitu Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah daerah (LP3D), Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Pembangunan Bekasi (LP3B) dan Jaringan Informasi Public (JIP) mendesak anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bekasi untuk segera meminta BPK Provinsi Jawa Barat mengaudit keuangan BBWM dan Odira. “ Ini perlu segera dilakukan anggota Banang, jangan hanya sebatas berkoar di suratkabar. Mereka mestinya meminta ke BPK Jabar lewat surat secara resmi,” tegas Ketua LP3D Jonly Nahampun.

Menurut pria berambut kribo ini, dicabutnya izin PT Odira oleh Kementerian ESDM atas gugatan yang dilayangkan dan dimenangkan PT Maruta di tingkat Mahkamah Agung, juga harus menjadi kajian anggota dewan, yakni ke depan apakah perlu BUMD Kabupaten Bekasi mencari mitra kerja menggantikan Odira.

Sementara Ketua LP3B Muhammad Aris Kuncoro menilai, sikap anggota Banang yang hanya bercuap-cuap di beberapa mass media menimbulkan penafsiran beragam. Jika memang serius menyikapi keuangan BBWM, jelas Aris, anggota Banang, diharapkan segera meminta BPK Provinsi Jawa Barat untuk mengaudit keuangan PT BBWM..

M. Aris Kuncoro juga mengingatkan, bahwa menurut Perda No 6/2002 tentang pembentukan BUMD disebutkan bahwa setoran PAD akan diberikan berkisar 50 sampai 60% dari keuntungan bersih atas pengelolaan gas dan LPG.
Ditambahkannya, ketentuan bagi hasil yang tertuang dalam penjelasan AD/ART perusahaan daerah itu jatah bagi hasil untuk Pemkab sebesar 55% dari keuntungan bersih. Saat ini total setoran masih jauh dari dari angka 55%.

Sedangkan Ketua Presidium JIP, Melodi Sinaga mengatakan, hendaknya yang didudukkan di PT BBWM adalah orang-orang profesional yang faham tentang perminyakan.

Melodi mengingatkan tentang kewajiban Pemerintah Kabupaten Bekasi yang harus membayar ganti rugi kepada PT Maruta sebesar Rp 90 milliar atas pemutusan hubungan kerja secara sepihak untuk kemudian bermitra dengan PT Odira. Karena putusan MA sudah inkra. “Jangan sampai Pemkab menggunakan APBD untuk membayar PT Maruta,” ujar Melodi.

Dikatakan, pemutusan kerjasama antara Pemkab Bekasi dengan PT Maruta dilakukan saat Bupati Bekasi dijabat Saleh Manaf. Sehingga menurut Melodi, orang yang paling bertanggung jawab adalah mantan Bupati Bekasi Saleh Manaf.

Menurut Melodi, agar pihak Pemkab tidak rugi terlalu banyak karena harus membayar PT Maruta, maka ada baiknya menjajagi kembali kemungkinan bekerjasama dengan PT Maruta.

“Apa sih susahnya mengajak PT Maruta kembali menjalin kerjasama? Dengan demikian soal kewajiban membayar kepada PT Maruta kan bisa dinegosiasikan?” ujar Melodi.

Melodi Sinaga dan M. Aris Kuncoro yang mengikuti kasus ini sejak tahun 2004 lalu mengingatkan pula terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 3087.K/10/DJM.S/2010 tentang Pencabutan Izin Usaha Pengolahan Gas Bumi dari PT Odira Energi Persada.

Dengan terbitnya SK itu, kata Melodi, maka PT BBWM atau Pemkab Bekasi mestinya kan bisa secepatnya mengambil keputusan untuk segera mengembalikan posisi PT Maruta sebagai mitra kerjasama dalam pengelolaan gas di Tambun.

M. Aris Kuncoro dan Melodi lalu mengingatkan kembali bahwa kasus hukum yang melilit PT Odira dan PT BBWM itu, itu bermula dari masalah persaingan politik antara mantan Bupati Wikanda dan mantan Bupati Saleh Manaf. Pada masa Wikanda jadi Bupati, pihak PT BBWM sudah meneken kontrak kerjasama dengan PT Maruta dalam pengelolaan LPG Plant. Namun, di tengah jalan, ketika Saleh Manaf menggantikan Wikanda menjadi Bupati, mendadak terjadi pembatalan sepihak. Yakni dengan menunjuk PT Odira menggantikan PT Maruta sebagai mitra kerjasama PT BBWM. Sejumlah pihak, ketika menuding, ada permainan politik di balik pembatalan itu. Atas pembatalan itu, PT Maruta kemudian menggugat secara hukum, dan ternyata gugtan PT Maruta dimenangkan MA.
(suararakyatakarrumput.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar