Rabu, 15 Agustus 2012

Legitnya Bisnis Konsultan Pilkada

Lembaga survei menjamur sejak pemilihan umum mulai digelar secara langsung, belum lagi peluang dari pemilihan kepala daerah (pilkada). Di Indonesia, setiap tahun, 100 daerah menggelar pemilihan langsung. Hal itu terungkap dalam majalah Tempo edisi 30 Juli 2012. Bisnis ini tak kenal rugi. Itu yang dialami Denny Januar Aly, pendiri Lingkaran Survei Indonesia.

Tujuh tahun setelah mendirikan Lingkaran Survei Indonesia, Denny tak lagi pusing dengan urusan materi. Lingkaran kini punya lima anak perusahaan yang menangani semua hal dalam pemenangan pemilihan umum: pembuatan dan pemasangan iklan, konsultasi, riset, dan survei.

Denny menyebut Lingkaran sebagai "supermarket pemilihan umum". Maksudnya, ia menerima dan menangani semua pesanan jasa konsultasi politik: membaca peta dukungan, pencitraan, strategi pemenangan, mobilisasi opini, hingga hitung cepat setelah pemilihan.

Denny menolak menyebutkan omzet Lingkaran. Tapi, kantornya, yang dilengkapi kafe dan meja biliar, lumayan besar di Jalan Pemuda, Jakarta Timur. Ia mengatakan setiap tahun memberangkatkan 80 karyawannya, termasuk sopir dan pesuruh, pelesir ke luar negeri. "Tahun ini, mereka ke Hong Kong," ujarnya Selasa pekan lalu.

Urusan operasional Lingkaran kini ditangani para direktur dan karyawan, yang menurut Denny, memiliki 30 persen saham perusahaan. "Sisanya, saya menulis puisi dan jalan-jalan," kata laki-laki 49 tahun ini.

Lembaga survei dan konsultan politik menjadi sorotan tajam setelah hasil putaran pertama pemilihan Gubernur Jakarta berbeda dengan prediksi mereka. Semua lembaga survei memperkirakan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli bakal memperoleh suara terbanyak pada pemilihan 11 Juli lalu. Kenyataannya, pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama meraup suara tertinggi.

Menurut Denny, bisnis survei dan konsultan politik tak kenal kata rugi karena biaya diberikan di awal. "Ini bisnis sangat likuid," ujarnya. Sebagai gambaran, ia menanamkan Rp 550 juta ketika mendirikan Lingkaran Survei. Modal itu, menurut dia, kembali hanya dengan sekali survei ketika menangani Ismeth Abdullah, yang mencalonkan diri jadi Gubernur Kepulauan Riau pada 2005.

Setelah itu, Denny mengklaim, Lingkaran kebanjiran order menangani banyak calon kepala daerah. Pemilihan presiden, gubernur, wali kota, dan bupati secara langsung sejak 2004 membawa berkah bagi lembaganya. "Kini calon gubernur atau bupati mutlak memerlukan lembaga survei untuk mengetahui popularitas mereka," katanya.

Saat ini, ada 497 kabupaten dan kota plus 33 provinsi. Setiap tahun, 100 daerah menggelar pemilihan langsung. Jika setiap daerah rata-rata punya tiga calon, ada 300 klien yang membutuhkan konsultan politik. Dalam setahun, setiap calon menggelar dua-tiga kali survei. Ongkos setiap survei Rp 100-300 juta, bergantung geografinya. Makin ke pelosok atau banyak populasinya, makin mahal.

Menurut Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group Andrinof A. Chaniago, biaya operasional paling banyak tersedot untuk wawancara ke responden. Untuk 400 responden, misalnya, dibutuhkan 20 orang pewawancara yang mesti dilatih serta diberi biaya akomodasi plus honor sekitar Rp 50 ribu per kuesioner. Seluruh biaya survei umumnya masih menyisakan 20-30 persen keuntungan.
(tempo.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar